Komodo Kok Dikadalin? finalis 7 wonders

Di indonesia praktek tipu-tipu itu bukan cuma sering terjadi, tapi juga jadi bagian “kekayaan” negeri ini.

Nggak usah jauh-jauh, kita lari ke pasar terdekat, beragam praktek penipuan dengan mudah kita temukan. Mulai dari praktek tipsani bermodus sejenis dagang obat di pasar yang tipuannya di produk yang ditawarkan, sampai jual emas sepuhan yang modusnya pembeli ditipu (dipancing ketertarikannya) melalui pembeli palsu yang sebenarnya konco-konco si penjual emas sepuhan.

Tipuan lewat sms? Mama sedang ada di kantor polisi tolong kirim pulsa? Itu saking seringnya sampai dijadikan iklan di televisi. Atau penipuan undian, atau bahkan yang gede-gedean seperti investasi di agrobisnis ngibul atau reksadana bohong-bohongan.

Jadi, bole dikata Indonesia sebetulnya akrab betul dengan trik tipu-tipuan. Pemerintahnya sendiri saja akhir-akhir ini ramai dilabeli sebagai pembohong alias tukang tepu.

Tapi segitu pun, rupanya kita masih harus terus “belajar” untuk lebih canggih menjajaki modus-modus dan teknik penipuan yang makin hari makin canggih.

Karena pemanfaatan teknologi untuk nepu sekarang ini bukan cuma semodel scam, jual barang online yang ga dikirim-kirim, atau model berlagak jadi pesakitan simpatik yang ndodosin kantung mereka yang bersimpati. Tapi penipuan-penipuan ini bisa berbentuk sedemikian halus, sehingga kita bahkan sulit untuk menentukan itu nepu atau enggak.

Seperti kasus pulau komodo dan keikutsertaannya dalam lomba untuk menentukan “new 7 wonder”.

Kalau dikaji-kaji mungkin tidak ada praktek kejahatan yang dilakukan, atau tidak ada pelanggaran hukum di dalamnya. Tapi kalau melihat polanya minta duit, rasanya kok tetep seperti dikadalin. Karena ini polanya mirip-mirip penipuan yang ngirim ucapan selamat dan kupon hadiah barang-barang elektronik, yang kalo kita mau ambil hadiah tersebut, ternyata kudu bayar sejumlah uang dulu atau kudu beli produk tertentu dulu. Atau kalau dalam dunia pendidikan modus sejenis juga muncul dalam pemberian gelar Honoris Causa.

Entah apakah penolakan kita membayar (dan menjadi tuan rumah) akan bernilai “bodoh” karena menghilangkan kesempatan, atau justru itu tindakan yang tepat.

Yang kepikiran sama saya cuma, menarik untuk ditunggu bagaimana nasib New7 Wonder yang patut diduga merupakan praktek penipuan skala internasional ini nantinya.

Yang jelas, lucu kalau komodo mau dikadalin.

Berikut copas dari detik.com berita ttg hal terkait.

Penjelasan Panjang Lebar Jero Wacik Soal Polemik Pulau Komodo

Rachmadin Ismail : detikNews

detikcom – Jakarta, Pulau Komodo menjadi pusat perhatian kembali tatkala Yayasan New7Wonders mengancam akan mengeliminasi salah satu lokasi eksotik di Indonesia itu. Lalu bagaimana ceritanya Kemenbudpar menolak tawaran yayasan agar Indonesia menjadi tuan rumah acara puncak New7Wonders?

Menbudpar Jero Wacik buka suara atas masalah ini. Pria yang selalu tampil kelimis itu menjelaskannya usai menghadiri rapat paripurna di Istana Negara, Jl Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat, Rabu (2/2/2011).

“Awalnya itu ada yayasan dunia, LSM, dia membuat gerakan new seven wonder kemudian seluruh dunia diminta mengajukan 3 objek taman nasional yang aneh dan menarik untuk dijadikan new 7 wonder. Kita mengajukan komodo, Anak Krakatau dan Danau Toba. Danau toba itu kan aneh dan letusannya luar biasa.”

“Setelah diajukan bayar US$ 200. Jadi untuk 3 itu kita bayar 600 dollar. setelah bayar dia (Yayasan New7Wonders-red) survei. Waktu dia survei yang dianggap unik dan tidak ada lagi di dunia adalah komodo.”

“Karena tamannya bagus dan komodo tidak ada lagi di dunia. Itu lah yang dipilih oleh dia untuk di-vote, lalu diumumkan. Nah masuklah itu di websitenya Yayasan New7Wonders. Terus sedunia vote. Saya juga bikinlah vote ke mana-mana termasuk kalau pameran.”

“Lalu diumumkan oleh yayasan itu kalau komodo masuk final. Kita senang dan kita makin gencar promosi. Lalu sudah masuk katanya 28 besar. Nah Desember kemarin datang surat agar Indonesia jadi tuan rumah deklarasi pada 11-11-2011.”

“Wah kalau di Indonesia saya langsung naksir. Tapi persyaratannya berat, harus membayar US$ 10 juta begitu kita bilang iya. Lalu untuk pelaksanaan pengumuman itu dihitung USD$ 35 juta. Nah jadi total kita harus membayar US$ 45 juta atau sekitar Rp 400 miliar.”

“Saya hitung-hitung, karena saya juga mantan pengusaha. Berfikir layak nggak mengeluarkan Rp 400 miliar lebih untuk jadi tuan rumah yang belum tentu menang. Saya berhitung nggak nuntuti, berat hati. Walaupun saya ingin tetap mempromosikan pulau komodo.”

“Karena saya bilang tak bisa, mereka bilang kalau Indonesia tak mau jadi tuan rumah kita bisa delete. Saya heran karena kalau Indonesia tidak mau kan ada 27 negara lain. Kita masih bisa bersaing masuk 7 besar.”

“Mereka mengancam Indonesia kalau tak mau jadi tuan rumah kita hilangkan komodo. Lalu saya jawab, suratnya baru hari ini tidak bersedia karena terlalu mahal. Nasionalisme saya bangkit juga. Masak diancam-ancam LSM tak jelas gitu. Keabsahan LSM itu juga belum tentu kredibel. Karena diancam-ancam rasa kebangsaan saya bilang tak mau.”

“Tanggal 7 nanti mereka bilang akan divonis. Tapi menurut saya, tenang saja lah. Toh komodo semenjak rame-rame itu makin terkenal. semenjak tahun 2007 setelah digembar gembor kunjungan ke sana naik 400 persen.”

sumber: http://politikana.com/baca/2011/02/02/komodo-kok-dikadalin.html

You may also like

1 thought on “Komodo Kok Dikadalin? finalis 7 wonders”

  1. Kalo mau promosiin pulau komodo, ga perlu sampe habisin duiit segitu banyak. Mending buat meingkatkan pembangunan di Indonesia aja. Promosinya cukup bikin website resmi, sebar brosur, krjsama dengan maskapai penerbangan utk penerbangan langsung ke sana, dll..

    Reply

Leave a Comment

Verified by MonsterInsights